20 March 2007

Batasan Usia Masuk


Dalam tiga hari belakangan ini gw mendapatkan suatu kesan tentang batasan usia masuk di Indonesia...

Pertama:

        Pada saat gw selesai nonton film 300 hari minggu kemaren di eX, gw melihat ada beberapa ibu-ibu yang menggandeng anak-nya keluar dari bioskop... anak yang usianya gak lebih dari 7 tahun! Udah gila nih!
       Film 300 yang penuh darah dan kekerasan ditonton oleh anak-anak! Whatta hell?!!! Siapa yang salah kalo nantinya ada anak-anak yang mengganggap motong leher temennya adalah hal yang biasa? Kayak di film2... keren katanya... shit!
       Padahal yang namanya nonton SmackDown aja udah menghasilkan beberapa anak-anak yang meninggal gara-gara "di-smackdown" oleh temen-nya... phew... Apalagi ini, film yang lebih sadis, yang walau pun memunculkan unsur rasa patriotisme dan ksatria terhadap bangsa dan tanah air... tapinya kan itu adalah tontonan orang dewasa!!! Bukan remaja atau pun anak-anak yang belum bisa berfikir secara kompleks tentang pesan-pesan yang disampaikan dalam sebuah film...
       Ada tiga kategori batasan usia masuk untuk menonton sebuah film (dan home video juga begitu sesungguhnya). Batasan itu adalah film untuk semua umur, remaja, dan dewasa. Apa gunanya ketika ditentukan batasan tapi siapa saja masih bisa masuk dan menonton film yang bukan ditujukan untuknya? Kita bisa melihat jejeran anak-anak SD yang ngantri untuk nonton Harry Potter yang sebenarnya untuk remaja, atau Lord of The Ring yang sebenarnya untuk dewasa... dan tentunya film berdarah-darah 300

Kedua:

       Tadi pagi gw ikutan mendampingi adik gw untuk wisuda di JHCC. Pada undangan tertulis dengan jelas DILARANG MEMBAWA ANAK DI BAWAH UMUR 8 TAHUN. Tapi nyatanya apa? Sebelum acara dimulai terlihat banyak para calon wisudawati (yang sudah menikah) menggendong dan menyusui (pakai botol yaaaa...) anak mereka. Beberapa kereta dorong bayi yang lalu lalang melintas di hadapan gw. Di tengah-tengah acara terdengar beberapa anak kecil menangis. Belum lagi anak-anak kecil yang berlari-lari seakan-akan JHCC adalah tempat bermain yang luas dan menyenangkan... Phew...
       Lalu apa gunanya tertulis peraturan di undangan masuk? Kenapa para undangan dan panitia tidak sama-sama untuk berusaha menjalankan dan mematuhi peraturan yang telah tertulis?

***


       Dari dua peristiwa tersebut gw bisa melihat bahwa peraturan tentang batasan usia masuk di Indonesia masihlah sangat longgar, bahkan cenderung selalu untuk dilanggar. Siapa yang salah? Yang pasti kalau masing-masing pihak berusaha untuk mematuhi peraturan rasanya tak akan sampai kejadian tersebut.
       Para orang tua harusnya paham bahwa perilaku dan pola pikir dari anak-anak belumlah bisa menyamai dan sekomplek dari orang dewasa. Anak-anak belum bisa membedakan mana yang cuma layak ditonton atau layak untuk dilakukan. Orang dewasa pasti akan menganggap bahwa sebuah film adalah cuma sebuah film. Sebuah hiburan. Bisa pulang dan tidur dengan lelap dengan pikiran tenang dan keesokan harinya mungkin sudah tidak bisa mengingat detail film yang ditontonnya kemarin. Tapi mungkin seorang anak kecil akan terus memikirkan adegan-adegan yang mereka anggap keren dan hebat setelah sampai di rumah. Mencoba bermain pedang-pedangan. Bahkan bukan tidak mungkin tidak bisa tidur memikirkan bahwa besok dia akan mempraktekkan adegan film kepada teman sekolahnya.
       Dari pihak bioskop pun harusnya sadar akan batasan usia masuk yang telah mereka buat sendiri. Tapi mereka malahan melanggarnya sendiri! Tak peduli, harusnya para penjaga pintu masuk harusnya melarang ketika ada penonton di bawah umur. Untuk menghindari keributan (karena penonton sudah beli tiket dan gak bisa masuk) harusnya ketika membeli tiket juga ditanyakan usia penonton atau bahkan mesti menunjukkan ID atau KTP. Memang akan memerlukan waktu yang sedikit lebih lama, tapi sepertinya memang harus jika memang diperlukan.

***

       Kita akan menanggung semua yang telah kita lakukan. Konsekuensi dan tanggung jawab penuh. Dan bukan cuma penyesalan pada akhirnya nanti. Ketika seorang anak melakukan kekerasan kepada temannya, coba kita tanyakan kepada diri kita sendiri siapa yang telah menanamkan nilai-nilai kekerasan kepadanya? Atau telah cukupkah kita memberikan pengawasan kepada mereka?
       Ketika sebuah acara yang khidmat seperti wisuda menjadi terganggu akan lalu lalang dan tangisan seorang bocah itu lah konsekuensi yang akan didapat. Mengganggu orang lain tentunya. Itu yang harus dipikirkan oleh undangan yang membawa anak kecil dan juga para panitia yang telah memperbolehkan mereka masuk tentunya.
       Sudahkah kita bisa bertanggung jawab terhadap anak-anak dan orang-orang lain di sekitar kita? Menjaga dan menghormati hak-hak orang lain... yang sesungguhnya akan menghasilkan kebaikan untuk semua... Seperti dalam campaign Pepsodent  terbaru bahwa anak-anak akan mencontoh apa yang telah kita lakukan... karena itu ajarkanlah  sesuatu yang baik buat mereka, buat masa depan mereka... dan bukannya contoh akan sebuah ketidaktaatan kita pada sebuah peraturan...