10 April 2010

Meng-counter dengan cara TIDAK PINTER

Syukurlah akhirnya Dewan Kehormatan DPR gak jadi menuntut Slank tentang kritikan "tidak pantas" yang dimuat di lagunya Gosip Jalanan. Lembaga legislatif itu tampaknya sadar bahwa gugatan mereka merupakan cara counter yang sangat terlihat tidak pinter.

Pertama, lagu itu bukan lagu baru. Sudah ada dari tahun 2004 dan kemana aja para anggota dewan selama ini? Apa asyik-asyik terlelap di kursi atau sering jalan-jalan ke hotel kayak salah seorang anggotanya yang baru aja ketangkep basah KPK?

Kedua. Sudah menjadi rahasia umum bahwa DPR tuh "gak bener". Tanpa harus ada lagu itu pun sebenarnya masayarakat sudah sadar akan hal-hal yang termuat dalam lagu itu. Tapi mau apa lagi? Hal ini adalah sebuah proses dari demokrasi. Seperti kata mendiang Winston Churchill, "Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang sangat banyak kelemahannya, tetapi ia masih lebih baik daripada semua sistem pemerintahan lain."

***

Makin lama, ketidakcerdasan komunal terjadi di para penguasa baik eksekutif maupun legislatif. Terlalu over reaktif dan tidak melihat sebuah masalah secara holistik. Mencegah informasi dengan menutup portal-portal informasi seperti yang dilakukan menkominfo. Atau berusaha menggugat sesuatu yang memang sudah menjadi rahasia umum seperti DPR.

Mungkin perlu diingatkan lagi bahwa ini bukan lagi era 80-an seperti kala orde baru masih meraja. Salah ngomong dibredel dengan bahasa halus diamankan. Beda pendapat dibilang subversif. Kala itu memang masih mungkin mengkebiri arus informasi. TV kabel belum ada apalagi internet. Sumber informasi semuanya mesti memiliki Surat Izin Usaha Penerbitan. Semua biasanya ati-ati kalo ngomong karena menyangkut periuk nasi mereka. Salah-salah omong bisa terjadi pencabutan SIUP dan karyawan sekantor bakan dapet pesangon.

Sudah saatnya para negarawan ngeh kalo masyarakat tuh udah semakin pinter. Jadi harusnya mereka sebagai pemimpin juga ngasih contoh yang pinter-pinter, bukan malah keblinger. Kaum menengah yang dulu bisa mereka "bina" kini telah lahir menjadi sebuah kaum yang sensitif dan reaktif terhadap kecacatan-kecacatan sosial.

Masyarakat tentunya bukan hanya menilai dari yang buruk-buruk aja (ya walaupun banyakan buruknya siy). Kebaikan-kebaikan dari penguasa juga harus dipuji dan dijadikan contoh. Misalkan ketika SBY ngomel dalam kuliah umum di Lemhanas ketika melihat ada peserta yang tidur. Itu contoh baik buat DPR yang anggotanya juga suka banyak yang tidur ketika sedang rapat. Atau Dirjen Pajak yang terlihat sudah banyak sekali perbaikan yang harusnya bisa dicontoh oleh instansi lain seperti pemda misalkan.

Masyarakat juga harus lebih jeli lagi terhadap opini-opini yang berusaha dibentuk oleh media yang semakin banyak saat ini. Bukan mustahil opini tersebut adalah bentukan dan tidak bersifat obyektif. Apa yang menjadi opini masyarakat yang sesungguhnya malah bisa ditemukan di warung-warung kopi pinggir jalan. Sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk kita mengawasi media (bukan mengontrolnya ya).