Setiap tahun, kita wajib mengibarkan bendera merah putih, yang merupakan bendera kebangsaan, dalam rangka memperingati HUT NKRI. Saat sekolah pun, setiap senin pagi ada upacara pengibaran bendera merah putih tersebut. Hal tersebut juga berlaku di kantor-kantor pemerintahan.
Namun sesungguhnya, apakah saat ini bendera merah putih cuma menjadi ritual dan rutinitas belaka? Padahal sejak dari sekolah dasar kita telah diajarkan tentang makna merah putih itu sendiri. Merah diartikan berani, putih diartikan suci. Merah dan putih yang bersatu, menjadi kemerdekaan Indonesia.
Menurut wikipedia edisi Bahasa Indonesia, bendera merah putih memiliki arti:
Bendera Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti berani, putih berarti suci. Merah melambangkan tubuh manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan untuk Indonesia.
Ditinjau dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan putih mengandung makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula jawa/gula aren dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini adalah bahan utama dalam masakan Indonesia, terutama di pulau Jawa. Ketika Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan putih (umbul-umbul abang putih). Sejak dulu warna merah dan putih ini oleh orang Jawa digunakan untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan di dalam rahim berupa bubur yang diberi pewarna merah sebagian. Orang Jawa percaya bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur merah sebagai lambang ibu, yaitu darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur putih sebagai lambang ayah, yang ditanam di gua garba.
Selain arti filosofis di atas, warna merah dan putih ternyata juga digunakan sebagai simbol perjuangan oleh banyak daerah di nusantara pada masa penjajahan Belanda.
Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.
Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.Di jaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda.
Hal tersebut menunjukkan bahwa secara “tidak sadar” rasa nasionalisme banyak suku di Indonesia telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Merah putih mempunyai arti dan semangat yang sama pada saat itu.
Sayangnya, saat ini telah terjadi pergeseran makna dan nilai-nilai dari merah putih itu sendiri. Dulu merah berarti berani, terhadap penjajahan, terhadap diskiriminasi, kesewenangan dan penindasan terhadap bangsa Indonesia. Saat ini, berani sering kali diartikan menurut definisi pribadi masing-masing seperti:
Berani melawan “ketidakadilan” menurut versinya sendiri ketika kalah dalam pemilu.
- Berani melawan wasit ketika diganjar kartu kuning/merah dipertandingan sepak bola.
- Berani tawuran melawan anak-anak SMK/STM yang suka lewat di depan sekolahannya.
- Berani menggusur pasar tradisional tanpa ganti rugi yang memadai.
- Berani melawan komandannya dan kemudian mengamuk membabi buta.
- Dan masih banyak lagi "berani" menurut versinya masing-masing.
Putih pun demikian, jika dulu putih diartikan sebagai suatu kesucian. Bahwa perjuangan dulu melawan penjajah adalah murni dan suci untuk kemerdekaan bangsa, tanpa dikotori oleh kepentingan golongan/kelompok apalagi kepentingan pribadi. Namun saat ini kiranya suci telah diartikan secara sepihak seperti:
- Merazia klub-klub yang dianggap maksiat tanpa memberikan solusinya.
- Menganggap suci kelompoknya sendiri dan mendemo kelompok lain yang dianggap menyimpang dari bentuk kesucian itu.
- Banyak berderma dan melakukan kegiatan sosial untuk menutupi banyak bisnis ilegalnya.
- Segala macam bentuk terorisme dalam nama agama.
- Segala bentuk konflik atas nama agama.
- Dan masih banyak lagi “suci” menurut versinya masing-masing.
Ah, kiranya baru 63 tahun Indonesia merdeka telah banyak sekali terjadi pergeseran-pergeseran makna akan merah putih. Mungkin saatnya kini, kita semua, apapun kelompok dan golongan kita, jika kita merasa masih berhak untuk mengibarkan Sang Merah Putih, maka kita perlu merumuskan kembali arti dari merah putih tersebut.
No comments:
Post a Comment