07 April 2011

Model Pemasaran Partai Politik

Pemilu Legislatif 9 April 2009 diikuti oleh 38 partai politik nasional dan 6 partai lokal. Pemilu Legislatif kemudian diikuti oleh Pemilu Presiden putaran pertama 5 Juli 2009. Pemilu Presiden putaran kedua 22 Oktober 2009 ditiadakan karena Presiden sudah terpilih pada putaran pertama. Dari Pemilu Legislatif, lahirlah 9 partai yang dapat mengisi kursi DPR RI yaitu: Partai Demokrat (150 kursi), Partai Golkar (107 kursi), PDI-Perjuangan (95 kursi), PKS (57 kursi), PAN (43 kursi), PPP (37 kursi), PKB (27 kursi), Gerindra (26 kursi) dan Hanura (18 kursi). Partai-partai tersebut memenuhi parlementary treshold 2,5%.
Dari 9 partai tersebut, saya memilih 3 partai untuk dijadikan kasus dan contoh partai politik yang cenderung berkarakter product-oriented party, sales-oriented party dan market-oriented party.

Gerindra
; product-oriented party
Menurut Lees-Marshment (2001), product-oriented party memiliki 5 stage (tahapan) pada proses pemasaran partainya. Stage tersebut adalah: [1] Product design, [2] Communication, [3] Campaign, [4] Election dan [5] Delivery. Pada karakter ini, partai sangat kental ideologi politiknya. Partai menjadi pemimpin pergerakan sosial, namun tidak responsif terhadap perubahan sosial itu sendiri. Partai berkarakter ini juga beranggapan bahwa sukses elektoral bukanlah merupakan tujuan partai itu sendiri. Partai mempunyai desain mekanik sehingga bersifat sentralistik dan tunduk pada tokoh tertentu. Tujuan dari karakter partai seperti ini adalah memobilisasi para pendukungnya.
Pada stage [1] partai di-design sesuai dengan keinginan dari seorang tokoh sentral atau sekelompok anggota inti. Proses design ini sama sekali tidak membutuhkan masukan dari luar partai yang didapatkan melalui market research  ataupun polling. Karena mempunyai desain mekanik dan sentralistik, maka partai akan berubah jika diinstruksikan berubah oleh tokoh sentral.

Sebagai contoh kasus dari model product-oriented party ini adalah Gerindra. Tokoh sentral pada partai ini bukanlah ketua umumnya, melainkan ketua dewan pembina yaitu Letjen. (Purn) Prabow Soebianto. Gerindra didirikan pada Februari 2008. Walau Prabowo baru bergabung pada 12 Juli 2008 sebagai anggota, namun sebenarnya bahwa Prabowo-lah yang ada di belakang layar pendirian partai ini. Nama Prabowo tidak dikeluarkan di awal karena saat itu masih tercatat sebagai pengurus Partai Golkar. Setelah melepaskan keanggotaannya secara resmi dari Partai Golkar, barulah Prabowo ditampilkan ke publik. Partai ini menyita perhatian publik ketika mereka melakukan promosi melalui media massa (terutama tekevisi) secara terus-menerus. Publik menduga bahwa ada “orang kuat” di balik partai ini karena mempunyai sumber dana yang besar. Dugaan itu terjawab ketika nama Prabowo dimunculkan.

Sesuai dengan karakter dengan model product-oriented party, Gerindra dibangun bukan berdasarkan kebutuhan pasar, melainkan sesuai dengan keinginan tokoh sentralnya, Prabowo. Tidak ada tokoh lain yang bisa menyaingi sentralistik Prabowo di partai ini. Partai ini stabil karena tingkat kepatuhan yang tinggi secara mekanik kepada Prabowo. Sumber dana partai ini pun diduga hampir seluruhnya berasal dari kantong pribadi Prabowo. Tanpa sumber dana yang besar dari kantong Prabowo, partai ini yang baru pertama kali ikut pemilu berhasil melewati batas parlementary treshold 2,5% dan berhasil mendapatkan peringkat ke-8 Pemilu dengan peroleh 4,46% yang mendapat 26 kursi di DPR RI.

Dari sisi perolehan suara, Gerindra dapat dikatakan berhasil karena mampu melewati partai-partai lama yang lolos parlementary treshold sebelumnya seperti PBB, PBR dan PDS. Namun jika dihitung dari efektivitas biaya kampanye, maka Gerindra dikatakan kurang berhasil karena mengeluarkan biaya paling besar untuk setiap pemilihnya.

Partai Golkar
; sales-oriented party.
Lees-Marshment (2001) menyebutkan bahwa sales-oriented party memiliki 6 stage (tahapan) pada proses pemasaran partainya. Stage tersebut sama dengan product-oriented party namun setelah stage product design ada stage market intelegence. Pada stage market intelegence inilah digunakan market research, advertising, dan teknik-teknik komunikasi lainnya untuk menjual partai dan kebijakannya. Pada model ini, partai menjadi lebih terbuka oleh pandangan dari luar. Namun masalah perubahan, adalah keputusan internal yanng bisa saja tidak dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh luar.
Partai Golkar, partai yang berkuasa pada orde baru, banyak diprediksikan orang akan hancur pada era reformasi ini. Namun, setelah kalah dari PDIP pada pemilu 1999, Partai Golkar memenangkan kembali Pemilu 2004 dan berada di posisi ke-2 pada Pemilu 2009 yang lalu. Selain menang pengalaman, partai ini juga banyak melakukan perubahan-perubahan internal yang dimulai pada saat kepemimpinan Akbar Tanjung. Setelah lengsernya Soeharto, Partai Golkar tidak lagi menjadi partai yang bersifat sentralistik. Banyak sekali tokoh-tokoh politik partai ini yang mengkilap. Partai Golkar seakan tak pernah kekurangan kader yang brilian. Partai Golkar yang dulunya kaku, sekarang menjadi lebih dinamis.



Sesuai dengan model sales-oriented party, Partai Golkar juga melakukan stage market intelegence. Pada stage ini, partai banyak mengadakan pendekatan-pendekatan persuasif kepada electorate. Namun mungkin karena masih banyak sisa-sisa orang orde baru di partai ini, maka Partai Golkar terasa melangkah setengah kaki pada era reformasi ini. Di satu sisi, partai ingin melakukan reformasi dan berpihak kepada rakyat, di satu sisi lain partai masih terbelenggu oleh nikmatnya kekuasaan dan selalu berpihak pada pemerintah. Hal itu menjadikan partai hanya melakukan stage market intelegence namun tak mengikuti kebutuhan pasar politik dan melakukan adjustment.
Partai Keadilan Sejahtera
; market-oriented party.
Salah satu ciri dari model market-oriented party ini adalah adaptasi kepada kebutuhan pasar politik. Menurut Lees-Marshment (2001), yang membedakan model ini dengan sales-oriented party adalah model ini didahului oleh stage market intelegence yang kemudian diikuti oleh stage product design. Pada model ini juga terdapat stage product adjustment dan implementation.
Pada Pemilu 2009, PKS yang telah ikut 2 kali pemilu sebelumnya (1999 dengan nama PK), melakukan model ini untuk mengembangkan partainya. Partai yang sebelumnya berasaskan Islam, tidak menerima kader selain muslim dan mempunyai slogan berbahasa Arab, kini setelah Mukernas PKS di Bali Februari 2008, beberapa bulan sebelum Pemilu legislatif, PKS mengumumkan menjadi partai terbuka bagi non-muslim dan bahkan berdialog dengan Dubes AS tentang Islam pada Munas ke-2 yang diadakan di Hotel Ritz Carlton, Jakarta.

Dapat dilihat bahwa, walau tidak secara mendadak, terdapat perubahan pada PKS yang pada awalnya sempat dicurigai sebagai partai garis keras beraliran kanan. Pada bulan April 2009, sebuah buku bertajuk Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia diterbitkan oleh The Wahid Institute, Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, Maarif Institute, dan Libforall Foundation. Buku ini kontroversial karena melukiskan PKS sebagai agen kelompok garis keras Islam transnasional. Dalam buku ini, PKS dilukiskan melakukan infiltrasi ke sekolah dan perguruan tinggi negeri dan berbagai institusi yang mencakup pemerintahan dan ormas Islam antara lain Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Buku ini dikatakan akan diperbanyak di empat negara. Buku ini juga disebarkan secara cuma-cuma di Internet di situs resmi Gerakan Bhinneka Tunggal Ika. Buku yang beredar beberapa  bulan sebelum pemilu legislatif ini dianggap sebagai propaganda dari lawan-lawan politik PKS agar PKS kehilangan suara di Pemilu 2009. Hasilnya, PKS bersama Partai Demokrat malah menjadi partai yang mengalami kenaikan jumlah presentase perolehan suara.



Sebenarnya gelagat product adjustment ini mulai terlihat ketika PKS berani memasang spanduk yang menyebutkan bahwa Soeharto adalah guru bangsa dan pantas dianugrahi gelar Pahlawan Nasional. Gerakan itu mungkin untuk menarik simpati dari para pendukung orde baru. Seiring dengan bergesernya platform partai – PKS yang awalnya merupakan partai dakwah yang berasal dari kampus-kampus – menjadi partai yang terbuka, terjadi konflik internal partai. Walau disangkal pihak partai secara resmi, disinyalir PKS terbagi menjadi dua faksi yaitu Faksi Keadilan dan Faksi Sejahtera. Faksi Keadilan adalah golongan yang ikut dalam awal pendirian awal partai yang tetap ingin PKS menjadi partai yang eksklusif dan menjunjung ideologi ke-Islam-an. Faksi Sejahtera adalah golongan muda yang ingin PKS lebih besar dan berkembang. Tujuan ini bisa diwujudkan hanya dengan menjadikan PKS partai terbuka dan dapat menampung kaum nasionalis. Kemungkinan besar bahwa faksi ini “iri” dengan perolehan suara partai-partai nasionalis yang lebih besar partai Islam.


Sedikit kegagalan PKS dalam menjalankan model market-oriented party ini mungkin adalah masih adanya sentralisasi tokoh KH Hilmi Aminuddin. Padahal Hilmi sendiri berkeinginan ada kader PKS lain yang bisa menggantikannya. Secara umum, walaupun dari luar terlihat sebagai partai yang eksklusif, penulis melihat bahwa PKS sedang menuju perubahan menjadi partai yang lebih terbuka. Tentunya hal itu bukan berarti tidak adanya tantangan dari pihak internal partai yang tetap menginginkan PKS menjadi partai yang eksklusif. Namun tampaknya PKS adalah partai yang sadar betul akan kebutuhan pasar politik dan mempunyai tujuan untuk melakukan adjustment dengan beradaptasi sesuai dengan kebutuhan pasar tersebut.

No comments: